Praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar 17
(ADB 2003) atau sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan
yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini
Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping)
sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik
Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa
penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama
era ini.
Kegiatan
ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun
1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha
Belanda banyak yang menanmkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi
mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih.
Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907.
Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan
Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan
administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990).
Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W
Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang
melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan)
adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman
Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government
Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang
pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu
kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting
Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang
bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang
akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan
Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan
bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan
mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan
yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.
Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang
Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan
tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar
nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke
praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi
model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang
terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan
tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi
di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera
Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964. telah
mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada
tahun 1960.Selanjutnya,
pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model.
Pada
pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian
terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk
menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada
pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut
memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga
internasional. Sebelum
perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal
1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis
pembukuan-satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk
dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan
maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik
dan asing; dan satu lagi yang menjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak.
Pada awal
tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul
seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat
mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Skandal pertama adalah kasus
Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan
presiden Suharto). Bank Duta go public pada tahun 1990 tetapi gagal
mengungkapkan kerugian yang jumlah besar. Bank Duta juga tidak menginformasi
semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang
masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan opini wajar tanpa
pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (pertengahan
1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi
pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang
pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino”
menjadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai
skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk
mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan.
Kebijakan
tersebut yaitu: Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi
seperangkat standar akuntansi keuangan, yang dikenal dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK).
Kedua, Pemerintah bekerja sama
dengan Bank Dunia (World Bank) melaksanakan Proyek Pengembangan Akuntansi yang
ditujukan untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi.
Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah
membuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang Undang
Perseroan Terbatas.
Keempat, pada tahun 1995 pemerintah
memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal
(Rosser 1999).
Jatuhnya
nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagaai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Akuntansi di
Indonesia pada awalnya menganut sistem kontinental, seperti yang dipakai di
Belanda saat itu. Sistem ini disebut juga dengan tata buku yang sebenarnya
tidaklah sama dengan akuntansi, di mana tata buku menyangkut kegiatan-kegiatan
yang bersifat konstruktif dari proses pencatatan, peringkasan, penggolongan dan
aktivitas lain yang bertujuan menciptakan informasi akuntansi berdasarkan pada
data. Sedangkan akuntansi menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat
konstruktif dan analitikal seperti kegiatan analisis dan interpretasi
berdasarkan informasi akuntansi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembukuan
merupakan bagian dari akuntansi.
Perkembangan selanjutnya tata buku sudah mulai ditinggalkan orang. Di Indonesia perusahaan atau orang semakin banyak menerapkan sistem akuntansi Anglo Saxon. Berkembangnya sistem akuntansi Anglo Saxon di Indonesia disebabkan adanya penanaman modal asing di Indonesia yang membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi, karena sebagian besar penanaman modal asing menggunakan sistem akuntansi Amerika Serikat (Anglo Saxon). Penyebab lain sebagian besar mereka yang berperan dalam kegiatan perkembangan akuntansi menyelesaikan pendidikannya di Amerika, kemudian menerapkan ilmu akuntansi itu di Indonesia.
Perkembangan selanjutnya tata buku sudah mulai ditinggalkan orang. Di Indonesia perusahaan atau orang semakin banyak menerapkan sistem akuntansi Anglo Saxon. Berkembangnya sistem akuntansi Anglo Saxon di Indonesia disebabkan adanya penanaman modal asing di Indonesia yang membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi, karena sebagian besar penanaman modal asing menggunakan sistem akuntansi Amerika Serikat (Anglo Saxon). Penyebab lain sebagian besar mereka yang berperan dalam kegiatan perkembangan akuntansi menyelesaikan pendidikannya di Amerika, kemudian menerapkan ilmu akuntansi itu di Indonesia.
Saat ini
sistem Anglo Saxon semakin populer di Indonesia baik dalam pendidikan akuntansi
maupun dalam praktek dunia bisnis. Menurut jenis kegiatannya akuntansi
dapat diklasifikasi menjadi beberapa golongan yang saling berkaitan satu dengan
lainnya :
A. Akuntansi financial (financial
accounting)
·
· Auntansi
Biaya (cost Accounting)
·
· Akuntansi
anggaran (Budgetary Accounting)
·
· Akuntansi
pajak (tax accounting)
·
·
Pemeriksaan akuntansi (auditing)
B. Akuntansi manajemen
Ø · Akuntansi strategis (planning)
Ø · Akuntansi pemerintahan dan lembaga
Ø · System Akuntansi
Ø · System distribusi
Ø · System Inventory
Ø · System Penjualan
Ø · System Komputer akuntansi
· Dll.
Dengan
berkembangnya teknologi yang semakin maju kini akuntansi telah mengeluarkan
suatu sistem yaitu System Akuntansi komputer adalah suatu system akuntansi yang
mengalami perubahan akibat pengaruh penggunaan teknologi komputer. System ini
menciptakan banyak kemudahan dalam menyelesaikan persoalan akuntansi namun
tetap memenuhi prinsip-prinsip akuntansi. Sebaliknya system komputer akuntansi
dapat menimbulkan banyak masalah bila tidak diikuti peningkatan sumberdaya
manusianya. Dalam terapan teknologi, tingkat kemampuan pemakai dalam
menggunakan teknologi komputer sangat menentukan. Tingkat pengetahuan karyawan
dan kecenderungan personal untuk mempertahankan kebiasaannya merupakan hambatan
utama dalam pengembangan system.
- Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar