Identifikasi atas faktor-faktor penyebab yang diuraikan sebelumnya menjadi dasar untuk kita memahami kesulitan dan hambatan auditor menjalankan tugasnya dalam mendeteksi kecurangan. Meski demikian faktor-faktor itu tidaklah menjadi alasan untuk menghindarkan upaya pendeteksian kecurangan yang lebih baik. Berikut analisis atas masing-masing faktor tersebut.
Faktor pertama yaitu karakteristik
terjadinya kecurangan dan kemampuan auditor menghadapinya merupakan faktor
tersulit diatasi. Seperti telah dikemukakan, pelatihan dan pengalaman audit
saja tidak cukup bagi auditor untuk dapat membongkar pengelabuan atau
penyembunyian yang disengaja melalui praktik kecurangan. Auditor berpengalaman
terbaik adalah auditor yang sering menghadapi dan menemukan kecurangan, dan ini
sedikit sekali ditemukan. Oleh karena upaya untuk memperbaiki kemampuan auditor
tidak bisa bertumpu pada pelatihan dan pengalaman audit yang biasa. Perlu ada
alat bantu (decision aids) yang memadai untuk membantu auditor
memperbaiki kemampuan deteksinya.
Faktor kedua yaitu kurangnya standar
pengauditan yang memberikan arahan yang tepat merupakan faktor yang relatif
mampu ditanggulangi. Sudah ada upaya perbaikan dengan keluarnya standar
pengauditan baru di Amerika Serikat yaitu SAS No. 99. Seperti dikemukakan di
depan, terbitnya dan diterapkannya standar baru ini membawa harapan baru bagi
perbaikan upaya dan peningkatan keahlian auditor. Berbagai cara dalam standar
ini menggariskan perlu upaya peningkatan skeptisisme profesional sehingga
meningkatkan kewaspadaan auditor atas kemungkinan kecurangan.
Faktor ketiga yang berkaitan dengan
lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit merupakan faktor yang
relatif dapat terkendalikan dan mampu diperbaiki. Lingkungan pekerjaan auditor
harus diciptakan untuk mampu menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Tiga
aspek utama dalam lingkungan pekerjaan audit yaitu tekanan kompetisi atas fee
audit, tekanan waktu dan hubungan auditor-auditee, dapat diatasi sepenuhnya
oleh manajemen kantor akuntan publik (KAP).
Ketiga aspek ini pada intinya
berujung pada penekanan biaya atau efisiensi. Terdapat trade-off di sini
di mana penekanan efisiensi yang berlebihan akan mengorbankan efektivitas
audit. Meskipun demikian, bila hanya bertumpu pada kesadaran internal
manajemen, upaya perbaikan belumlah cukup. Perlu adanya insentif dan
disinsentif secara institusional yang mendorong manajemen mempertimbangkan trade-off
dan memperbaiki kualitas audit. Sebagai contoh pemberian sanksi atau
penalti bagi kegagalan audit merupakan suatu cara untuk mendorong auditor
memperhatikan kualitas auditnya. Selain mekanisme pengawasan baik dari
organisasi profesi maupun pemerintah melalui otoritas pasar modal menjaga agar
kegagalan dapat dicegah dan ditemukan. Mekanisme tata kelola organisasi (corporate
governance) oleh auditee yang dijalankan dengan efektif melalui komite
audit juga akan mampu memantau dan memperhatikan proses pengauditan yang
sesuai harapan.
Terakhir faktor keempat yaitu metode
dan prosedur audit dalam pendeteksian kecurangan merupakan faktor yang relatif
dapat dan telah diperbaiki. Diterapkan pendekatan yang lebih bersifat holistik
melalui metode yang berbasis risiko bisnis dan strategik dapat menjadi acuan
sebagai metode yang baik. Meski banyak perdebatan tentang motivasi dan
kemanfaatan metode baru ini, namun upayanya yang berusaha mengatasi kelemahan
metode audit tradisional perlu diberikan dukungan. Beberapa KAP telah mengimplementasikan
metode atau pendekatan baru ini, dan riset-riset terus berjalan untuk
membuktikan manfaatnya.
American
Institute of Certified Public Accountants
(AICPA).
1978. The Commission on Auditors
Responsibilities:
Report, Conclusions,
and
Recommendations. New York: AICPA.
______.
1988. Statement on Auditing Standards
(SAS)
No. 53: The Auditors Responsibilities
to
Detect and Report Errors and Irregularities.
New
York: AICPA.
______.
1997. Statement on Auditing Standards
(SAS)
No. 82: Consideration of Fraud in
Financial
Statement Audit. New York:
AICPA
______.
2002. Statement on Auditing Standards
(SAS)
No. 99: Consideration of Fraud in
Financial
Statement Audit. New York:
AICPA.
Association
of Certified Fraud Examiners (ACFE).
2002.
“Report to Nation”. http://marketplace.
cfenet.com/Download.asp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar