Minggu, 02 Juni 2013

Pajak Penghasilan

PAJAK PENGHASILAN (PPh)  Pasal 25
1.    Pengertian PPh pasal 25
            PPh pasal 25 adalah angsuran atau cicilan pajak penghasilan dikenakan terhadap Wajib Pajak (WP) dalam satu periode tertentu (yang dinamakan tahun pajak),dimana perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setiap setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Perhitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentu akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak dimuka atau pembayaran cicilan setiap bulan.
2.    Penghitungan PPh Pasal 25
            Besarnya angsuran atau cicilan PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan pada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Dapat diasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya, tetapi pada tahun tertentu akan ada perbedaan kondisi ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir/Penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak (WP) setiap tahunnya tidak selalu sama sehingga akan menimbulkan selisih antara tahun sebelumnya dan tahun sekarang. Selisih tersebutlah yang harus dibayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar , maka kondisi ini dinamakan restitusi (Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan).
Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang. menurut SPT Tahunan Pajak penghasilan tahun lalu dikurangi dengan kredit pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, dan Pasal 24, dibagi 12 (banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak).
Contoh 1:
SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
§  Pajak penghasilan terutang                              Rp. 70.000.000;
§  Kredit Pajak PPh pasal 21,22,23 & 24            Rp. 35.000.000;
Maka PPh 25 yang harus dibayar tiap bulan adalah ?
Jawab:
§  Pajak penghasilan terutang                              Rp. 95.000.000;
§  Kredit Pajak PPh pasal 21,22,23 & 24            Rp. 50.000.000;
Selisih              Rp. 45.000.000;
§  PPh Pasal 25 =  =                           Rp.    3.750.000;

Contoh II :
Penghitungan PPh 25 (WP Lama)
Diketahui (data penghitungan Pajak 2008):
§  Penghasilan Kena Pajak                       = 45.000.000,-
§  PPh Terutang (badan)                         =   4.500.000,-
PPh tersebut dilaporakan ke Kantor Pajak bulan Maret 2009.
dan pajak yang telah dibayar (kredit pajak) tahun 2008 sbb :
§  PPh Pasal 22                                       = 1.000.000
§  PPh Pasal 23                                       = 1.100.000
§  PPh Pasal 25                                       = 1.200.000
= 3.300.000


Sehingga pajak yang masih harus dibayar : (4.500.000 – 3.300.000) = 1.200.000
Bagaimana Angsuran PPh 25 tahun 2009?
1. Untuk Bulan Jan – Februari 09        = PPh 25 bulan Des ’08
2. Untuk Bulan Maret – Des 09          =
 =
 =
 = Rp. 200.000,-

Sehingga PPh 25 yang harus dibayar bulan Maret s.d. Desember 09 sebesar 200.000 per bulan.
·         PPh terutang yang dibagi 12 (dua belas) itu adalah PPh terutang atas penghasilan tetap.
·         Angsuran/cicilan PPh Pasal 25 tahun berjalan dihitung berdasarkan PPh terutang tahun lalu.
3. KEPUTUSAN  MENTERI KEUANGAN No. 522/KMK.04/2000  Dan No. 84/KMK.03/2002
Menteri Keuangan KMK No. 522/KMK.04/2000 Dan No. 84/KMK.03/2002 berwenang menetapkan penghitungan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 bagi :

F Wajib Pajak baru
F Wajib Pajak Bank
F Wajib Pajak Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
F Badan Usaha Milik Negara
F  Badan Usaha Milik Daerah
F  Wajib Pajak tertentu lainnya

1. Wajib Pajak Baru
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas :  [Pasal 2].
 Penghasilan neto diperoleh  jika Wajib Pajak(WP) baru tersebut memilih menggunakan pembukuan maka penghasilan neto sebulan tersebut dari pembukuan. Jika memilih menggunakan Norma Penghasilan, maka dari penghasilan bruto kali tarif norma.

2. Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas)
[Pasal 3]. Bagaimana jika banknya baru berdiri? Maka yang penghasilan neto yang disetahunkan adalah penghasilan neto triwulan pertama.

3.  Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
Sedangkan PPh Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dari RKAP itu sudah bisa diketahui, kira-kira penghasilan neto berapa, terus kalikan dengan tarif progresif, terakhir bagi dua belas. Jika ada withholding tax, sebelum dibagi dua belas, PPh terutang kurangi dengan withholding tax. Tetapi RKAP itu disahkan setelah kewajiban kita menyampaikan SPT PPh Tahunan lewat (biasanya Maret) maka PPh Pasal 25 masih menggunakan PPh Pasal 25 tahun lalu.
4. Wajib Pajak tertentu lainnya
Wajib Pajak pemilik toko memiliki cara khusus membayar PPh Pasal 25. Dan cara ini sebenarnya lebih fair bagi Wajib Pajak karena mencerminkan penghasilan tahun yang bersangkutan (tahun berjalan). Siapapun pengusaha dibidang perdagangan, baik tingkat grosir maupun pengecer yang memiliki gerai, toko, kios, atau tempat usaha lainnya, wajib membayar PPh Pasal 25 sebesar 2% dari total penjualan kotor setiap bulan.

·         Penghitungan PPh Pasal 25-nya tidak berdasarkan PPh terutang tahun lalu tapi berdasarkan kondisi “sekarang”.

4. PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT
            Pajak penghasilan pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila Tahun pajaknya adalah tahun kalender (januari-desember) , maka yang dimaksud dengan bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Pebruari. Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2010 adalah sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2011.
5. PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk tahun Pajak yang Lalu
Apabila tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

6. PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu
            Direktur Jendral Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :
1)      Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian.
2)      Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
3)      SPT tahun pajak penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
4)      Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahun Pajak Penghasilan.
5)      Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6)      Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

7. Tata cara pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25
Tanggal 21 Mei 2008 Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Dirjen Nomor PER-22/PJ/2008. Peraturan Dirjen ini mengatur tentang tatacara pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25. Kalau dicermati sebagian besar isi dari ketentuan ini sebenarnya adalah sekedar kompilasi ketentuan dalam KUP tentang PPh Pasal  25 yang tersebar di peratura-peraturan lain. Satu hal yang baru adalah masalah pelaporan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal 25 melalui sisten MPN (Modul Penerimaan Negara). Beberapa hal penting yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1.   Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. Dalam pengertian hari libur termasuk hari Sabtu, hari libur nasional, hari pemilihan umum yang diliburkan dan cuti bersama secara nasional. Pembayaran dilakukan di bank persepsi atau bank devisa persepsi atau kantor pos persepsi dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain. Pengesahan dilakukan oleh pejabat kantor penerima pembayaran atau melalui validasi sistem Modul Penerimaan Negara dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi NTPN dianggap telah menyampaikan  SPT PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. Ketentuan ini rasanya bisa diartikan bahwa Wajib Pajak yang telah membayar  PPh Pasal 25 dengan sistem MPN tidak perlu lagi melaporkan SSP lembar ketiga ke Kantor Pelayanan Pajak. Kalau memang demikian, hal ini merupakan suatu kemajuan yang berarti di mana satu prosedur pelaporan bisa dihilangkan sehingga bisa menghemat biaya administrasi.

4. Bagi Wajib Pajak yang PPh Pasal 25nya nihil, PPh Pasal 25nya Dollar, dan yang pembayarannya tidak secara online dan tidak mendapat NTPN, tetap diharuskan melaporkan SSP lembar ketiganya di KPP tempat  WP tersebut terdaftar.
5. Sanksi keterlambatan pembayaran mengacu kepada Pasal 9 ayat (2a) UU KUP dan sanksi keterlambatan lapor mengacu kepada Pasal 7 ayat (1) UU KUP.


8. Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang pribadi        Pengusaha Tertentu.
Hal-hal yg perlu diketahui:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri     untuk memperoleh NPWP.
2. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha, Pembayaran angsuran dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh 25 dari masing-masing tempat usaha ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar