PAJAK
PENGHASILAN (PPh) Pasal 25
1. Pengertian
PPh pasal 25
PPh pasal
25 adalah angsuran atau cicilan pajak penghasilan dikenakan terhadap Wajib
Pajak (WP) dalam satu periode tertentu (yang dinamakan tahun pajak),dimana
perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setiap setahun sekali yang
dituangkan dalam SPT Tahunan. Perhitungan ini harus dilakukan setelah satu
tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui.
Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentu akan memberatkan,
maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak dimuka atau pembayaran cicilan setiap
bulan.
2. Penghitungan
PPh Pasal 25
Besarnya
angsuran atau cicilan PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Cara
menghitung PPh Pasal 25 didasarkan pada data SPT Tahunan tahun sebelumnya.
Dapat diasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun
sebelumnya, tetapi pada tahun tertentu akan ada perbedaan kondisi ketika tahun pajak
sekarang sudah berakhir/Penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak (WP) setiap
tahunnya tidak selalu sama sehingga akan menimbulkan selisih antara tahun
sebelumnya dan tahun sekarang. Selisih tersebutlah yang harus dibayar sebagai
kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan
PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar , maka kondisi ini
dinamakan restitusi (Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah
dilakukan).
Pada umumnya angsuran pajak ini adalah
sebesar Pajak Penghasilan terutang. menurut SPT Tahunan Pajak penghasilan tahun
lalu dikurangi dengan kredit pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, dan Pasal 24,
dibagi 12 (banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak).
Contoh 1:
SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
§ Pajak penghasilan terutang Rp. 70.000.000;
§ Kredit Pajak PPh pasal 21,22,23 &
24 Rp. 35.000.000;
Maka PPh 25 yang harus dibayar tiap bulan adalah ?
Jawab:
§ Pajak penghasilan terutang Rp. 95.000.000;
§
Kredit Pajak PPh pasal 21,22,23 &
24 Rp. 50.000.000;
Selisih Rp. 45.000.000;
§ PPh Pasal 25 =
= Rp.
3.750.000;
Contoh II :
Penghitungan PPh 25 (WP Lama)
Diketahui (data penghitungan Pajak 2008):
§ Penghasilan Kena Pajak = 45.000.000,-
§ PPh Terutang (badan) = 4.500.000,-
PPh tersebut dilaporakan ke Kantor Pajak bulan Maret 2009.
dan pajak yang telah dibayar (kredit pajak) tahun 2008 sbb
:
§ PPh Pasal 22 = 1.000.000
§ PPh Pasal 23 = 1.100.000
§ PPh Pasal 25 =
1.200.000
= 3.300.000
Sehingga pajak yang masih harus dibayar : (4.500.000 –
3.300.000) = 1.200.000
Bagaimana Angsuran PPh 25 tahun 2009?
1. Untuk Bulan Jan – Februari 09 = PPh 25 bulan Des ’08
2. Untuk Bulan Maret – Des 09 =
=
=
= Rp. 200.000,-
Sehingga PPh 25 yang harus dibayar bulan Maret s.d. Desember
09 sebesar 200.000 per bulan.
·
PPh terutang yang dibagi 12 (dua
belas) itu adalah PPh terutang atas penghasilan tetap.
·
Angsuran/cicilan PPh Pasal 25 tahun
berjalan dihitung berdasarkan PPh terutang tahun lalu.
3. KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN No. 522/KMK.04/2000 Dan No. 84/KMK.03/2002
Menteri Keuangan KMK No. 522/KMK.04/2000 Dan No.
84/KMK.03/2002 berwenang menetapkan penghitungan besarnya Angsuran
PPh Pasal 25 bagi :
F Wajib Pajak baru
F Wajib Pajak Bank
F Wajib Pajak Sewa
Guna Usaha Dengan Hak Opsi
F Badan Usaha Milik
Negara
F Badan Usaha Milik Daerah
F Wajib Pajak tertentu lainnya
1. Wajib Pajak
Baru
Besarnya
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk
Wajib Pajak baru adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas :
[Pasal 2].
Penghasilan neto diperoleh jika Wajib Pajak(WP) baru tersebut memilih
menggunakan pembukuan maka penghasilan neto sebulan tersebut dari pembukuan.
Jika memilih menggunakan Norma
Penghasilan, maka dari penghasilan bruto kali
tarif norma.
2. Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa
Guna Usaha Dengan Hak Opsi
Besarnya angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank
dan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease)
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas laba-rugi fiskal menurut laporan
keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak
Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak
yang lalu, dibagi 12 (dua belas)
[Pasal 3]. Bagaimana jika banknya
baru berdiri? Maka yang penghasilan neto yang disetahunkan adalah penghasilan
neto triwulan pertama.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah
Sedangkan PPh
Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD berdasarkan Rencana Kerja dan
Anggaran Pendapatan (RKAP)
tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Dari RKAP itu sudah bisa diketahui, kira-kira penghasilan neto berapa,
terus kalikan dengan tarif progresif, terakhir bagi dua belas. Jika ada withholding tax, sebelum dibagi dua
belas, PPh terutang kurangi dengan withholding
tax. Tetapi RKAP itu disahkan setelah kewajiban kita menyampaikan
SPT PPh Tahunan lewat (biasanya Maret) maka PPh Pasal 25 masih menggunakan PPh
Pasal 25 tahun lalu.
4. Wajib Pajak tertentu lainnya
Wajib Pajak pemilik toko memiliki cara
khusus membayar PPh Pasal 25. Dan cara ini sebenarnya lebih fair bagi Wajib
Pajak karena mencerminkan penghasilan tahun yang bersangkutan (tahun berjalan).
Siapapun pengusaha dibidang perdagangan, baik tingkat grosir maupun pengecer
yang memiliki gerai, toko, kios, atau tempat usaha lainnya, wajib membayar PPh
Pasal 25 sebesar 2% dari
total penjualan kotor setiap bulan.
·
Penghitungan
PPh Pasal 25-nya tidak berdasarkan PPh terutang tahun lalu tapi berdasarkan
kondisi “sekarang”.
4. PPh
Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT
Pajak penghasilan pasal 25 untuk
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama besarnya
dengan Pajak Penghasilan pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila
Tahun pajaknya adalah tahun kalender (januari-desember) , maka yang dimaksud
dengan bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan
Januari dan Pebruari. Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2010
adalah sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2011.
5. PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun berjalan Telah Diterbitkan
SKP Untuk tahun Pajak yang Lalu
Apabila tahun berjalan diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran
pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
6. PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu
Direktur Jendral Pajak berwenang untuk
menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan
dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :
1)
Wajib
pajak berhak atas kompensasi kerugian.
2)
Wajib
Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
3)
SPT
tahun pajak penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan.
4)
Wajib
Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahun Pajak
Penghasilan.
5)
Wajib
pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6)
Terjadi
perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
7. Tata cara pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25
Tanggal 21 Mei 2008 Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Dirjen Nomor
PER-22/PJ/2008. Peraturan Dirjen ini mengatur tentang tatacara
pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25. Kalau dicermati sebagian besar isi dari
ketentuan ini sebenarnya adalah sekedar kompilasi ketentuan dalam KUP tentang
PPh Pasal 25 yang tersebar di peratura-peraturan lain. Satu hal yang baru
adalah masalah pelaporan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal
25 melalui sisten MPN
(Modul
Penerimaan Negara).
Beberapa hal penting yang perlu diketahui adalah sebagai
berikut :
1. Jatuh tempo pembayaran PPh
Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo
bertepatan
dengan hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. Dalam pengertian hari libur termasuk hari Sabtu, hari libur nasional, hari
pemilihan umum yang diliburkan dan cuti bersama secara nasional. Pembayaran dilakukan di bank persepsi atau bank devisa persepsi atau kantor
pos persepsi dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain. Pengesahan
dilakukan oleh pejabat kantor penerima pembayaran atau melalui validasi sistem
Modul Penerimaan Negara dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi NTPN dianggap telah
menyampaikan SPT PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. Ketentuan
ini rasanya bisa diartikan bahwa Wajib Pajak yang telah membayar PPh
Pasal 25 dengan sistem MPN tidak perlu lagi melaporkan SSP lembar ketiga ke
Kantor Pelayanan Pajak. Kalau memang demikian, hal ini merupakan suatu kemajuan
yang berarti di mana satu prosedur pelaporan bisa dihilangkan sehingga bisa
menghemat biaya administrasi.
4. Bagi Wajib Pajak yang PPh Pasal 25nya nihil, PPh Pasal 25nya Dollar, dan
yang pembayarannya tidak secara online dan tidak mendapat NTPN, tetap
diharuskan melaporkan SSP lembar ketiganya di KPP tempat WP tersebut
terdaftar.
5. Sanksi keterlambatan pembayaran mengacu kepada Pasal 9 ayat (2a) UU KUP dan
sanksi keterlambatan lapor mengacu kepada Pasal 7 ayat (1) UU KUP.
8. Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang pribadi Pengusaha Tertentu.
Hal-hal yg perlu diketahui:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP.
2. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol
koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari
masing-masing tempat usaha, Pembayaran angsuran dilakukan melalui Bank Persepsi
atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak yang mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan Pembayaran
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut merupakan kredit pajak atas Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan melampirkan
daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh 25 dari masing-masing tempat usaha
ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan menggunakan formulir sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar